Sebagian orang kerap menyangka dirinya ganteng dan wanita merasa dirinya menawan, sering menimbulkan kagum terhadap dirinya sendiri apalagi terkadang semacam“ bergaya- gaya”. Ketika kita diberi karunia wajah serta bentuk tubuh yang baik oleh Allah selayaknya kita banyak bersyukur. Serta yang lebih berarti lagi, kita jangan mencermati raga saja namun perhatikan pula “kecantikan dari dalam.”
Sebagian manusia untuk masalah fisik mereka dengan upaya yang maksimal. Mati-matian mencari seluruh metode serta tidak pantang menyerah buat diet dan olahraga buat membetulkan badan. Mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk perawatan wajah, beli produk ini itu buat memperbagus wajah. Akan tetapi kita sering lupa untuk memperbaiki akhlak serta jarang berusaha dengan keras untuk berhias dengan akhlak yang baik. Berusaha melawan jiwa pemarah, melawan rasa pelit dan rasa malas membantu dan meringankan penderitaan orang lain. Melawan rasa kikir untuk membantu, atau melawan rasa dengki dan hasad ketika orang lain mendapat nikmat. Kita jarang melakukan evaluasi dan muhasabah mengenai akhlak kita, sebagaimana kita sering mengontrol dan mengevaluasi fisik dan wajah kita dengan pemeliharaan yang tidak sedikit dan tidak murah.
Jangan perhatikan fisik saja, akhlak pun juga harus kita perhatikan.
Karenanya kita diajarkan supaya berdoa.
اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي
Allahumma kamaa hassanta khalqy, fahassin khuluqy
“Wahai Allah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlakku.”[1]
Sebagian ulama menerangkan hendaknya hadis ini dibaca pada saat bercermin pada kaca.
Profesor Syekh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah berkata,
أي من السنة النظر في المرآة وهي الزجاج العاكس للصورة؛ لأنه -صلى الله عليه وسلم- كان يفعله، ويسن أن يقول ما جاء في الحديث السابق (اللهم كما حسنت خلقي فحسن خلقي)
“Di antara sunah (membaca doa) ketika melihat pada cermin yang bisa memantulkan bayangan karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya. Dan disunahkan membaca doa ini sebagaimana pada hadis yang telah lewat.”
Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata,
قد صحّ عنه أنه صلى الله عليه وسلم كان يدعو بهذا الدعاء ولكن لم يثبت عنه تقييده بالنظر في المرآة . وسُئل عنه ابن رشد فأنكر على من استنكر الدعاء به لعموم أحاديث طلب الدعاء
“Terdapat riwayat yang sahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca doa ini. Hanya saja tidak dijumpai keterangan bahwa beliau membaca doa itu ketika melihat cermin. Ibnu Rusyd ditanya tentang doa ini, kemudian beliau mengingkari orang yang melarang doa ini, mengingat umumnya hadis yang memerintahkan untuk berdoa.”
Akhlak yang mulia sangat bermanfaat.
Hendaknya kita tetap memperhatikan hal ini karena akhlak ini dakwah menjadi ringan dan mudah serta manusia senang dan senang bergaul dengan kita dan ini juga kebahagiaan untuk kita dengan memberikan dampak positif bagi orang lain terutama agama. Karenanya agama Islam menekankan agar selalu memperhatikan dan memperbagus akhlak. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
Dari Abu Hurairah raḍiyallahu‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Faktor yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga adalah ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang mulia’.”[2]
Beliau juga bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringlah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”[3]
Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan hadis ini,
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia mendapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak-hak Allah dan Hamba-Nya.”
Wallahu a'lam bishawab.
Cukup sampai di sini dulu... Baarakallahu fiikum.
***
Sumber Artikel: muslimafiyah.com
Penyusun: Ustaz Raehanul Bahraen
[2] HR. Tirmizi (2004), Ibnu Majah (4246) disahihkan oleh Tirmizi dan Al-Hakim
[3] HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadis ini hasan sahih'