
Sekarang kita akan membaca perkataan para ulama tentang tawaduk. Setelah kita tahu tentang maknanya secara bahasa dan secara istilah, kita akan membahas perkataan mereka tentang tawaduk. Di antaranya dari Shalih al-Mirriy, dia berkata:
خرج الحسن ويونس وأيوب يتذاكرون التواضع
Ini menunjukkan mereka perhatian tentang tawaduk dan mereka ingin tahu apa itu hakikat tawaduk. Maka al-Hasan al-Bashri berkata kepada Yunus dan Ayyub:
وهل تدرون ما التواضع؟
"Tahukah kalian apa itu tawaduk?"
Kemudian dijelaskan:
التواضع: أن تخرج من منزلك قال تلقر مسلما إلا رأيت له عليك فضلا
"Tawaduk itu yaitu engkau keluar dari rumahmu dan engkau tidak bertemu dengan seorang muslim pun, kecuali engkau melihat/memandang bahwasanya orang tersebut lebih utama dari engkau."[1]
Ini menjelaskan bahwa tawaduk adalah amalan hati. Yaitu bukan hanya pada penampilan dengan pakaian yang sederhana atau cara berjalan yang sederhana, itu juga dituntut, tetapi yang paling utama adalah tawaduk di hati. Bagaimana seseorang keluar dari rumahnya, dia tidak memandang orang lain, kecuali dia memandang orang tersebut lebih baik daripada dirinya. Dia tidak pernah merasa tinggi dan lebih baik daripada orang lain. Dia merasa "Orang itu mungkin lebih baik daripada saya." Kenapa bisa demikian? Karena kita pada hakikatnya tidak tahu tentang hakikat orang lain. Kita hanya bisa menilai orang lain kalau kita bisa menilai amalan hatinya, menilai amalan dzhohirnya. Sementara kita tidak tahu amalan dzhohir yang dia lakukan, apalagi amalan hati yang dia lakukan. Bisa jadi seseorang muslim di depan kita kelihatannya biasa-biasa saja. Tetapi ternyata dia tidak 'ujub, ternyata dia tidak sombong, ternyata dia sabar, ternyata dia suka bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita tidak tahu isi hatinya. Maka, kalau kita tidak tahu isi hatinya, bagaimana kita bisa mengatakan kita lebih baik daripada dia? Dan bisa jadi ada amalan-amalan dzhohir lain yang kita tidak tahu. Mungkin dia berbakti kepada orang tuanya, mungkin dia sayang kepada istrinya, mungkin dia ramah kepada anak-anaknya, mungkin dia bersilaturahmi, kita tidak tahu.
Oleh karenanya, jangan pernah kita keluar kemudian kita meremehkan orang lain, kemudian kita merasa diri kita lebih tinggi. Dan ini adalah perkataan yang indah dari Hasan al-Bashri:
أنتخرج من منزلك فلا تلق مسلما إلا رايت له عليك فضلا
"Engkau keluar dari rumahmu dan engkau tidak bertemu dengan seorang muslim pun, kecuali engkau melihat/memandang bahwasanya orang tersebut lebih utama dari engkau."
Di antaranya perkataan Yahya bin Abi Katsir, beliau berkata:
رأس التواضع ثلاث: أن ترضى بالدون من شرف المجلس
Inti daripada tawaduk adalah tiga perkara:
Yang pertama, engkau rida (tidak ada masalah) jika engkau di bawah. Tidak harus engkau yang duduk paling depan, engkau yang paling diutamakan, engkau yang harus paling berbicara dalam majelis. Meskipun engkau diposisikan tidak seperti yang seharusnya, tidak jadi masalah.
Jadi engkau rida diposisikan tidak sesuai dengan kedudukanmu yang sesungguhnya. Engkau rida dengan hal tersebut, artinya jangan engkau tuntut "saya harusnya begini, saya harusnya begini." Tidak. Kalau kamu tawaduk, maka tidak ada masalah.
وأن تبدأ من لقيته با لسلام
Yang kedua, engkau yang mulai mengucapkan salam terhadap orang yang engkau temui."
Bisa jadi seorang, dia yang lebih muda. Saya lebih berilmu daripada dia, saya lebih tua umur saya, saya lebih tinggi jabatan saya, saya lebih ustaz daripada dia, misalnya. Saya lebih dahulu ngaji, saya lebih dahulu hijrah, seharusnya dia memberi salam kepada saya. Tidak, kita tidak usah begitu.
Di antara tanda tawaduk adalah engkau memulai salam terlebih dahulu. Lihatlah bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati anak-anak dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi salam kepada anak-anak.
وأن تكره من المد حة والسمعة والرياء بالبر
Yang ketiga, engkau tidak suka pujian, sum'ah, riya' akan kebajikan yang engkau lakukan.
Kalau engkau suka dengan pujian, senang diangkat-angkat, ini berarti engkau tidak tawaduk. Kalau seorang tawaduk itu ketika dipuji, dia merasa malu dan merasa tidak enak, kelihatan sekali. Bukannya dia bilang: "Oh ya benar-benar. Iya, memang saya begitu." Tidak!. Ketika dipuji, dia merasa malu, tersipu. Dia tidak suka. Dia tahu dirinya tidak pantas untuk dipuji. Dan itu benar-benar keluar dari hatinya. Itu adalah tawaduk yang sesungguhnya.
Wallahu a’lam bi ashawab.
Cukup sampai di sini dulu... baarakallahu fiikum.
***
Tulisan ini awalnya berbentuk video kemudian dijadikan artikel.
Versi video silakan klik di sini
Sumber Artikel: ronalabiyyu.my.id
Penyusun: Admin